KOMODIFIKASI SENI PERTUNJUKAN
“Strategi Pewarisan Randai Di Era Globalisasi”
Oleh
Dasrul/
dasrul_83@yahoo.com
alumnus S2 Kajian Budaya Udayana dan Sastra Daerah Minangkabau Unand
ABSTRACT
This research is aimed to
expose the phenomena on co-modification of Randai performance which is
organised by Palito Nyalo Traditional Traditional Art Group, Pauh District,
Padang City, West Sumatera. The research described about the forms, the causes,
the effects , the values of co modification, and the heritage strategy of
Randai in the globalization era.
The writer applied three
theories; co-modification, hegemony, and aesthetics. This qualitative research
was explained by descriptive method and analyzed by interpretative technique.
The writer was the main instrument. There were two classifications of data;
qualitative and quantitative that collected by doing observation, interview,
and documentation study.
The writer concluded four
points in the research. First, the forms of co-modification were society
entertainment, custom, tourism event, TV program. Second, the internal and
external factor caused the commodification of Randai performance. Third, the
co- modification gave contribution to economic, social and cultural life. The
values appear on creativity, preservation, prosperity, education, aesthetics,
heritage and identity. Fourth, the heritage strategies of Randai consisted on
organizing, preservation, development, empowerment, education and training, and
documentation.
Key words; Co-modification, Oral of Tradition, performance of Randai, Palito Nyalo Traditional Art.
PENDAHULUAN
Pertunjukan randai adalah seni teater tradisional yang merupakan
tradisi lisan masyarakat Minangkabau. Tradisi ini diwariskan secara
turun-temurun yang memiliki fungsi sebagai media hiburan dan kontrol sosial
masyarakat. Keberadaan randai sebagai tradisi lisan menjadi dilema bagi
masyarakat tradisi ketika terjadi persentuhan budaya global dengan budaya
lokal. Dilema tersebut terjadi karena adanya pemikiran masyarakat lokal tentang
eksistensi tradisi randai di tengah arus modernisasi. Hal ini disebabkan oleh
budaya global yang merasuki segala lini kehidupan masyarakat zaman sekarang.
Tentu saja ini berdampak terhadap pemikiran masyarakat.
Di samping itu, kekhawatiran masyarakat terkait
eksistensi randai di era globalisasi juga terjadi dengan adanya dua
pertentangan pemikiran masyarakat pewaris tradisi itu sendiri. Pertentangan
pemikiran tersebut terjadi antara generasi tua dengan generasi muda sebagai
pewaris tradisi randai. Generasi tua yang mewakili paham konvensional
menginginkan randai tidak dapat diubah. Sementara generasi muda yang mewakili
paham pembaharuan menginginkan tradisi randai dikemas sedemikian rupa sesuai
dengan perkembangan zaman.
Palito Nyalo merupakan kelompok seni tradisi yang
menfokuskan kegiatan pada pelestarian pertunjukan randai. Dalam berkesenian
kelompok ini juga dipengaruhi budaya global. Kelompok ini menghadapi dilema
sehubungan dengan pertentangan dua pemikiran paham konvensional dengan paham
pembaharuan. Meski demikian mereka tetap eksis melestarikan pertunjukan randai
dengan melakukan berbagai inovasi.
Tulisan ini akan memaparkan bentuk-bentuk
komodifikasi, memahami faktor-faktor
penyebab komodifikasi, menginterpretasi dampak
dan makna komodifikasi, serta menjelaskan strategi pewarisan
pertunjukan randai pada Kelompok
Seni Tradisi Palito Nyalo Kecamatan Pauh, Kota Padang di era
globalisasi.
Komodifikasi dalam penelitian ini mengacu kepada upaya
menjadikan pertunjukan randai sebagai sumber penghasilan bagi masyarakat
pendukungnya. Selain itu, komodifikasi juga dilakukan sebagai upaya untuk
melestarikan randai ditengah budaya global yang mulai mempengarahui masyarakat
pendukung pertunjukan randai di Kota Padang Provinsi Sumatera Barat.
Pertunjukan randai adalah teater tradisional khas
masyarakat etnis Minangkabau dengan menggabungkan berbagai unsur kesenian
seperti silat, tari, sastra, dan cerita. Kelompok Seni Tradisi Palito Nyalo merupakan salah satu
kelompok seni pertunjukan tradisional Minangkabau yang menitik beratkan
aktivitasnya pada kesenian randai. Dalam
melakukan komodifikasi ini, kelompok seni tradisi Palito Nyalo memiliki empat
konsep. Keempat konsep tersebut adalah, menggali menumbuh, mengembangkan, dan
melestarikan.
PEMBAHASAN
A. BENTUK- BENTUK KOMODIFIKASI
Dalam proses produksi pertunjukan
randai, kelompok seni tradisi Palito Nyalo memperhatikan
selera pasar.
Hal ini dilakukan tanpa meninggalkan pakem-pakem nilai estetika mendasar dalam
seni pertunjukan randai. Dalam hal ini kelompok seni tradisi Palito Nyalo
mengacu kepada konsep menggali, menumbuh, mengembangkan, dan melestarikan,
serta memberdayakan karyanya. Konsep tersebut diakomodir dalam keseluruh aspek
pendukung pertunjukan randai tersebut.
Hal-hal yang berkaitan dengan proses
produksi pertunjukan randai kelompok seni tradisi Palito Nyalo teridentifikasi
dalam tiga hal. Pertama, materi latihan pertunjukan. Kedua, proses produksi. Ketiga, pihak-pihak yang terlibat dalam
proses itu. Materi latihan yang digunakan kelompok seni pertunjukan Palito
Nyalo merupakan gabungan dari teknik universal dengan teknik khusus. Teknik
khusus yang digunakan merupakan karakteristik dan identitas yang hanya dimiliki
kelompok ini. Kelompok ini tidak selalu
membawakan cerita randai yang bersumber dari kaba secara turun temurun. Akan
tetapi, mereka lebih banyak memproduksi cerita randai dengan konsep kekinian
yang diyakini mampu diterima oleh selera pasar. Selain itu, kelompok ini juga menampilkan
cerita sesuai dengan permintaan konsumen.
Dendang, dalam seni pertunjukan randai pada kelompok seni
tradisi Palito Nyalo berfungsi sebagai pengantar cerita dan penghubung antar
babak dalam pertunjukan randai. Dendang dibangun oleh dua unsur, yaitu teks dan
irama. Teks dendang biasanya berbentuk prosa liris, baik berupa pantun maupun
gurindam. Selain itu, kelompok Palito Nyalo
memposisikan dendang randai sebagai item penghubung utama antara penonton
dengan alur cerita yang dimainkan. Dalam teks dendang berisi deskripsi cerita
berupa pantun yang didendangkan. Sementara untuk kelompok lain dendang hanya
diposisikan sebagai pelengkap dari pertunjukan.
Gerakan Galombang
dalam kelompok seni tradisi Palito Nyalo memiliki dua pola lantai, yaitu lingkaran dan berbanjar.
Bentuk lingkaran bisa divariasikan sesuai dengan jumlah penggelombang. Kelompok seni tradisi palito Nyalo, lebih
sering memilih bentuk konfigurasi dua lingkaran, karena bentuk itu dinilai
paling efektif jika dikaitkan dengan jumlah anggota penggelombang.
Bunyi-bunyian yang digunakan dalam
pertunjukan randai kelompok seni tradisi Palito Nyalo, berasal dari beragam,
alat musik tradisional. Alat musik itu terdiri dari alat musik tiup, gesek,
pukul, dan petik. Bunyi-bunyian pada pertunjukan randai yang dilakukan oleh
kelompok seni tradisi palito Nyalo dibagi atas dua hal. Pertama, musik sebagai pembuka pertunjukan dan penutup pertunjukan.
Untuk bagian ini digunakan talempong pacik dan gandang tambua. Kedua, musik/bunyi-bunyian pengiring
cerita yang lazim disebut sebagai musik ilustrasi (pendukung suasana).
Dalam pertunjukan randai laku pemain randai dapat
diklasifikasi ke dalam dua makna, yaitu (1) laku yang berkaitan dengan etika
seluruh pendukung pertunjukan randai, dan (2) laku yang berkaitan dengan
penokohan seorang tokoh dalam cerita randai.
Pakaian yang digunakan dalam
pertunjukan randai kelompok seni tradisi Palito Nyalo, lebih bersifat sederhana
yang mengacu kepada sifat dan karakter tokoh yang diperankan. Sedangkan Tarian
dalam pertunjukan randai pada kelompok seni tradisi Palito Nyalo biasanya
ditempatkan diawal, ditengah ataupun di akhir sesuai dengan kebutuhan naskah.
Tarian ini disuguhkan dalam pertunjukan pada suatu babak. Adakalanya tampilan
babak ini bersifat fleksibel dengan menampilkan beragam jenis kesenian lain
yang dimiliki oleh kelompok seni tradisi palito Nyalo maupun masyarakat
penonton.
Dalam proses produksi, kelompok seni
tradisi Palito Nyalo melakukan latihan yang dapat dikategorikan dalam dua
bentuk. Pertama, adalah proses
latihan rutin. Latihan ini dilakukan secara rutin sebanyak dua kali dalam
seminggu. Kedua, Proses latihan untuk
penampilan. Ketika ada orderan biasanya kuantitas jadwal latihan akan bertambah
dalam setiap minggunya bahkan hingga setiap hari.
Dalam seni pertunjukan yang satu ini
dibutuhkan team building yang kuat, supaya misi kelompok kedepannya bisa
berjalan dengan baik. Oleh karena itu, di dalam tubuh kelompok seni tradisi
Palito Nyalo terdapat beberapa unsur yang saling bekerja sama dengan tetap
berpegang padan poksinya masing-masing, yaitu, pengurus, pelatih, dan anak
randai yang terdiri atas tukang dendang,
tukang gore, panggalombang, pamain carito, pamusik, kapalo rombongan,
pengorder pertunjukan randai.
Pengorder akan terlihat berperan ketika
meminta pertunjukan randai ditampilkan di acara yang mereka buat. Pertunjukan
randai bisa saja berubah dari yang sudah direncanakan jika pengorder meminta
hal-hal khusus ketika mengorder, mulai dari waktu, gerakan, maupun cerita
randai.
B.FAKTOR
PENYEBAB KOMODIFIKASI PERTUNJUKAN RANDAI
Masyarakat modern selalu taat dengan azas kekinian.
Terjadinya beragam reformasi mulai dari kebutuhan hingga selera dipelopori oleh
modernisasi yang seakan tak ada batasnya.
Kondisi ini jugalah yang melatar belakangi munculnya komodifikasi seni
pertunjukan randai. Faktor-faktor yang penyebab terjadinya komodifikasi
pertunjukan randai adalah adalah faktor ekonomi, faktor kreativitas, faktor
selera masyarakat, dan faktor media massa. Untuk lebih jelasnya berikut ini akan
dipaparkan satu per satu.
C.DAMPAK KOMODIFIKASI
PERTUNJUKAN RANDAI
1. Dampak
Sosial
Komodifikasi Pertunjukan randai yang
dilakukan kelompok seni tradisi Palito Nyalo membawa perubahan yang mendasar
pada tatanan sosial anggotanya sendiri. Perubahan tersebut terjadi karna
kegiatan pertunjukan randai tidak hanya diminati dan dikonsumsi oleh masyarakat
lokal saja, tetapi juga dinikmati oleh turis mancanegara. Hal ini disebabkan
karena randai sudah menjadi produk wisata yang dipertontonkan kepada turis
mancanegara. Ketika ini terjadi, maka dalam hal ini urusannya bukan lagi
tentang konsumerisme tetapi prestise. Status sosial anggota Seni tradisi Palito
Nyalo akan terangkat di dalam kehidupan sosial masyarakat. Disamping itu, paham
lama berpandangan bahwa usaha pengkomodifikasian pertunjukan randai yang
dinilai komersil, akan menghilangkan jati diri pertunjukan randai tersebut.
Dalam konteks ini dampak sosial yang hadir akibat komodifikasi pertunjukan
randai bersifa negatif.
2. Dampak Ekonomi
Komodifikasi pertunjukan randai
kelompok seni tradisi Palito Nyalo, juga berdampak kuat di bidang ekonomi,
terutama pada perekonomian anggota. Jika dulunya randai hadir hanya sebagai
tradisi, biasanya pertunjukan randai hanya dilakukan pada acara-acara adat.
Adanya komodifikasi pertunjukan randai yang dilakukan kelompok seni tradisi
Palito Nyalo, berdampak terhadap banyaknya pilihan untuk melakukan pertunjukan
randai. Selain dari pada pemasukan finansial dari pertunjukan, pemasukan
finansial lainnya bersumber dari penjualan marcandise yang dikembangkan oleh kelompok seni tradisi Palito Nyalo
sebagai seni kreatif. Efek negatifnya, estetika berkesenian masyarakat
cenderung dangkal yang hanya mengedepankan hasil semata, namun cenderung
meminggirkan nilai-nilai keindahan dari seni itu sendiri.
3. Dampak
Budaya
Dampak positif dari komodifikasi
pertunjukan randai yang dilakukan oleh kelompok seni tradisi Palito Nyalo dapat
menghadirkan kebanggaan tersendiri bagi masyarakat pendukungnya. Disisi lain,
pertunjukan randai yang disaksikan oleh masyarakat luar tentu saja membawa
kedangkalan makna dari pertunjukan randai itu sendiri. Hal ini disebabkan
karena masyarakat luar tersebut tidak mampu membaca setiap simbol-simbol pesan
yang terdapat dalam pertunjukan randai tersebut. Mereka hanya memandang sebuah
pertunjukan randai sebagai sarana hiburan semata. Dalam hal ini masyarakat
biasa (konsumen) hanya menyaksikan pertunjukan randai untuk kebutuhan pribadi
berdasarkan nilai fisik, psikis dan tanda. Hal inilah yang disebut Piliang
(2003: 67) sebagai pendangkalan makna
seni atau hanya sebagai model pemuatan makna-makna atau anti makna.
D.MAKNA
KOMODIFIKASI PERTUNJUKAN RANDAI
1. Makna
Kreativitas
Komodifikasi bagi kelompok Palito
Nyalo ditopang oleh keinginan untuk menjadikan pertunjukan randai menjadi hal
yang menarik bagi penonton atau konsumen. Konsumen yang dimaksud tidak hanya
masyarakat lokal, tetapi masyarakat modern baik lokal maupun masyarakat
internasional. Kreatifitas yang terlihat disini adalah adanya pengembangan
penonton yang semulanya randai hanya ditonton masyarakat lokal, sekarang
menjadi tontonan masyarakat luas. Ini menyiratkan bahwa pertunjukan randai
sekarang telah mengalami perubahan makna ke dalam bentuk makna propan.
2 Makna Kesejahteraan
Makna kesejahteraan dalam upaya pengkomodifikasian
yang dilakukan oleh kelompok seni tradisi palito Nyalo ini, mengacu pada efek
ekonomi yang dirasakan anggota maupun masyarakat sekelilingnya. Hal ini
menyiratkan bahwa, randai bukan lagi merupakan hiburan rakyat semata, tapi
lebih dari itu. Seni tradisi randai merupakan sebuah komoditi. dan kelompok
Palito Nyalo merasakan bahwa kegiatan berandai merupakan sumber kesejahteraan.
3
Makna Pendidikan
Randai diyakini masyarakat
Minangkabau sebagai media pendidikan, karena pertunjukan randai selalu membawa
dan mengajarkan pendidikan nilai di setiap cerita yang dibawakan. Di samping itu, tersitrat makna pandidikan
dari randai itu sendiri. Dalam proses penguasaan sebuah keahlian dalam randai
seorang anak randai memulainya dari rasa ingin tahu, berelanjut ke tahap tahu,
menguasai dan mahir. Setelah itu, dibutuhkan kemampuan mereka untuk bekerja
sama demi terciptanya pertunjukan randai yang sempurna. Dapat dipahami bahwa
semakin seseorang mahir, semakin dia membutuhkan orang lain. Dengan sistem ini,
randai telah menjadi sarana pendidikan bagi masyarakat sekitarnya.
4. Makna Estetika
Makna estetika randai mengalami
pergeseran yang mendasar. Estetika randai yang awalnya bagi penonton merupakan
satu kesatuan yang utuh dan luapan emosi terjadi karena pesan cerita yang
disampaikan, tetapi tradisi Palito Nyalo dengan adanya upaya komodifikasi
pertunjukan randai hanya di pandang dari
aspek-aspek pendukung saja.
5.
Makna Pelestarian
Makna pelestarian dalam hal ini
mengacu pada proses produksi yang dilakukan kelompok seni tradisi Palito Nyalo
pada warisan budaya. Komodifikasi yang dilakukan kelompok seni tradisi Palito
Nyalo dapat dipandang sebagai upaya pelestarian. Latihan dilakukan secara rutin
dan dievaluasi sekali dalam tiga bulan. Selain itu, pelestarian yang dilakukan
kelompok seni tradisi Palito Nyalo terlihat pada usaha mereka untuk menjadikan
materi-materi pertunjukan randai menjadi industri kreatif. Bagaimana supaya
tradisi randai tetap disenangi oleh berbagai kalangan merupakan motivasi terbesar
mengapa upaya ini dilakukan.
6.
Makna Identitas
Pertunjukan randai sebagai tradisi
lisan, karena randai diwariskan kepada masyarakat pendukungnya dari masa ke
masa melalui cara lisan. Sebagai kelompok seni tradisi yang hidup dan
berkembang ditengah masyarakat, kelompok seni tradisi Palito Nyalo membawa
identitas dari masyarakat pendukungnya. Komodifikasi pertunjukan randai pada
kelompok seni tradisi Palito Nyalo di Kecamatan Pauh Kota Padang, menjadikan
pertunjukan randai Palito Nyalo berbeda dengan pertunjukan randai lainnya.
Pertunjukan dengan durasi yang dipersingkat, penggunaan gerakan-gerakan silat
atraktif, dan kemampuan managerial yang mampu membaca keinginan dan selera
pasar, sistem pembinaan dan pewarisan kepada generasi muda yang berkelanjutan tidak
dapat dilakukan oleh kelompok lain. Hal inilah yang menjadi identitas dari
pertunjukan randai maupun identitas
kelompok seni tradisi Palito Nyalo.
E.STRATEGI
PEWARISAN PERTUNJUKAN RANDAI
Eksistensi sebuah tradisi
lisan tidak dapat dilepas dari upaya masyarakat pemiliknya dalam menjaga
kelestarian tradisi tersebut. Tentu saja dalam melakukan upaya pelestarian itu
berbagai tantangan akan dihadapi. Mulai dari internal masyarakatnya, maupun
datangnya pengaruh dari budaya luar.
tentu saja menyikapi kondisi ini, dituntut kecerdasan, kejelian dan
kemampuan masyarakat pemiliknya dalam menjaga kelangsungan seni pertunjukan
randai. Strategi pewarisan yang dilakukan oleh kelompok seni tradisi Palito
Nyalo adalah dengan melakukan pengorganisasian, pelestarian, pengembangan,
pemberdayaan, pendidikan dan pelatihan, dan pendokumentasian.
PENUTUP
Berdasarkan pembahasan tersebut, di dapatlah emmpat
kesimpulan dalam penelitian ini. Keempat
kesimpulan tersebut adalah sebagai berikut. Pertama, bentuk-bentuk komodifikasi pertunjukan randai
pada kelompok seni tradisi Palito Nyalo terdiri dari komodifikasi pertunjukan
randai sebagai hiburan masyarakat, adat, ivent pariwisata, pemerintah, dan
siaran televisi. Kedua, Komodifikasi pertunjukan randai kelompok seni tradisi
palito Nyalo disebabkan oleh faktor internal dan eksternal. Ketiga,
Komodifikasi pertunjukan randai pada kelompok seni tradisi Palito Nyalo
berdampak kuat pada perekonomian sosial, dan budaya. Sedangkan makna yang terkandung dalam
komodifikasi pertunjukan randai pada kelompok seni tradisi Palito Nyalo terdiri
atas makna kreatifitas, kesejahteraan, pendidikan, estetika, pelestarian, dan
identitas. Keempat. Strategi pewarisan seni pertunjukan randai yang dilakukan
oleh kelompok seni tradisi Palito Nyalo terdiri atas pengorganisasian,
pelestarian, pengembangan, pemberdayaan, pendidikan dan pelatihan, serta
pendokumentasian.
Oleh karena itu, konsep komodifikasi ini dapat
direkomendasikan kepada peneliti lainnya karena konsep ini dinilai tepat untuk
menganalisa seni tradisi masyarakat Minangkabau. Kepada kelompok seni tradisi
Palito Nyalo diharapakan dapat lebih menggali, menumbuh, mengembangkan serta
melestarikan randai tidak hanya dilingkungan sendiri, tetapi diharapkan dapat
mengembangkan visi 4M tersebut dalam cakupan yang lebih universal. Selain itu,
kelompok ini perlu memperhatikan dan memahami konsep pengembangan seni tradisi
pertunjukan tidak hanya ditujukan pada kepentingan finansial semata tetapi
harus tetap memperhatikan dan menyadari nilai hakiki dalam upaya pelestarian
senin tradisi khususnya seni tradisi pertunjukan randai. Selain itu, masyarakat
juga perlu menyadari bahwa randai merupakan media pendidikan adat yang dapat
mengontrol prilaku sosial masyarakat pewarisnya yang sudah mulai terkontaminasi
budaya global. Oleh karena itu, masyarakat
diharapakan tetap mempelajari, menampilkan, dan menyaksikan pertunjukan
randai dengan tujuan untuk mempertahankan eksistensi kelestarian seni tradisi
pertunjukan randai.
DAFTAR PUSTAKA
Amir, dkk. 2006. Pemetaan
Sastra Lisan Minangkabau. Padang: Andalas University Press.
Asosiasi Tradisi Lisan. 2010. Buku Pedoman Kajian Tradisi Lisan Nusantara. Pengembangan Kajian Langka.
Jakarta. Yayasan Asosiasi Tradisi Lisan
Atmaja, Nengah Bawa. 2010. Komodifikasi Tubuh Perempuan, Joget “Ngebor” Bali. Bali: Program
studi Magister dan Doktor Kajian Budaya Universitas Udayana berkerja sama
dengan Perpustakaan Larasati.
Daryusti. 2006. Hegemoni
Penghulu dalam Prespektif Budaya. Pustaka: Yogyakarta.
Dasrul,2006. Tradisi Mauluik Dikia Pada Masyarakat Tharekat Syatariyah di kota
Padang. Skripsi Sasda FSUA UNAND.
Esten,
Mursal.1988. Sastra Jalur Kedua.
Padang. Angkasa Raya
Foucault, Michel, 2002. Pengetahuan dan Metode, Karya-karya
Penting Faucault. (terjemahan: Arief). Yogyakarta: Jalasutra
Gandi, Lela. 2001. Teori
Postkolonial: Upaya Meruntuhkan Hegemoni Barat. Jogjakarta: Qalam.
Gidden, Anthoni, 2003. Masyarakat Post-Tradisional
(terjemahan :Ali Nur Zaman). Yogyakarta: IRCiSoD.
Hoed, Beni.H. 2011. Semiotik
dan Dinamika Sosial Budaya. Jakarta: Komunitas Bambu.
Lambertus,
Langga. 2013. Komodifikasi Warisan Budaya Tenun Ikat Masyarakat Bena
Kabupaten Ngada Flores dalam Era Globalisasi. Tesis. Denpasar:
Pascasarjana Unud.
Muasri, dkk. 2003. Kesenian
Randai: Sebagai Media Pendidikan,
penyampai pesan adat dan syara’ dalam masyarakat Minangkabau.
Taman Budaya Sumatra Barat.
Nina Wonsela. 2000. Makalah: Randai, Kesenian Tradisi Minangkabau. Jakarta: Direktorat
Sejarah/Proyek Pemanfaatan Kebudayaan)
Piliang, Yasraf Amir. 2011. Dunia Yang Dilipat, Tamasya Melampaui Batas-Batas
Kebudayaan. Bandung : Matahari
Piliang, Yasraf Amir. 2012. Semiotika dan Hipersemiotika.
Bandung : Matahari
Sakti, Dharma Eka Sakti.2008. “Teks Randai Umbuik Mudo Karya Musra Dahrizal Tinjauan Antropologi
Sastra”. Skripsi. Padang:
FIB Unand.
Umar, Yunus. 1987. “Kebudayaan
Minangkabau”. dalam Koentjaraningrat. Manusia
dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta:
Djambatan.
Wijaya, Wendi. 1993. Perbandingan
Unsur Randai Dengan Teater Modern Dalam Kasus Pertunjukan Randai Untung Sudah.
Skripsi, Jurusan Sastra Daerah Minangkabau Fakultas Sastra Unand.
Yusuf,
Hendri. 2010. Manajemen Seni Pertunjukan
Randai Group Palito Nyalo Kelurahan Limau Manis Pauh Padang. Skripsi, Jurusan Pendidikan Seni Tari FBBS UNP Padang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar