Jumat, 01 November 2013

Komodifikasi Pertunjukan Randai Pada Kelompok Seni Tradisi Palito Nyalo

KOMODIFIKASI SENI PERTUNJUKAN
“Strategi Pewarisan Randai Di Era Globalisasi”
Oleh Dasrul/
dasrul_83@yahoo.com
alumnus S2 Kajian Budaya Udayana dan Sastra Daerah Minangkabau Unand

ABSTRACT
This research is aimed to expose the phenomena on co-modification of Randai performance which is organised by Palito Nyalo Traditional Traditional Art Group, Pauh District, Padang City, West Sumatera. The research described about the forms, the causes, the effects , the values of co modification, and the heritage strategy of Randai in the globalization era.
The writer applied three theories; co-modification, hegemony, and aesthetics. This qualitative research was explained by descriptive method and analyzed by interpretative technique. The writer was the main instrument. There were two classifications of data; qualitative and quantitative that collected by doing observation, interview, and documentation study.
The writer concluded four points in the research. First, the forms of co-modification were society entertainment, custom, tourism event, TV program. Second, the internal and external factor caused the commodification of Randai performance. Third, the co- modification gave contribution to economic, social and cultural life. The values appear on creativity, preservation, prosperity, education, aesthetics, heritage and identity. Fourth, the heritage strategies of Randai consisted on organizing, preservation, development, empowerment, education and training, and documentation.

Key words; Co-modification, Oral of Tradition, performance of Randai, Palito Nyalo Traditional Art
.




PENDAHULUAN
Pertunjukan randai adalah seni teater tradisional yang merupakan tradisi lisan masyarakat Minangkabau. Tradisi ini diwariskan secara turun-temurun yang memiliki fungsi sebagai media hiburan dan kontrol sosial masyarakat. Keberadaan randai sebagai tradisi lisan menjadi dilema bagi masyarakat tradisi ketika terjadi persentuhan budaya global dengan budaya lokal. Dilema tersebut terjadi karena adanya pemikiran masyarakat lokal tentang eksistensi tradisi randai di tengah arus modernisasi. Hal ini disebabkan oleh budaya global yang merasuki segala lini kehidupan masyarakat zaman sekarang. Tentu saja ini berdampak terhadap pemikiran masyarakat.
Di samping itu, kekhawatiran masyarakat terkait eksistensi randai di era globalisasi juga terjadi dengan adanya dua pertentangan pemikiran masyarakat pewaris tradisi itu sendiri. Pertentangan pemikiran tersebut terjadi antara generasi tua dengan generasi muda sebagai pewaris tradisi randai. Generasi tua yang mewakili paham konvensional menginginkan randai tidak dapat diubah. Sementara generasi muda yang mewakili paham pembaharuan menginginkan tradisi randai dikemas sedemikian rupa sesuai dengan perkembangan zaman.
Palito Nyalo merupakan kelompok seni tradisi yang menfokuskan kegiatan pada pelestarian pertunjukan randai. Dalam berkesenian kelompok ini juga dipengaruhi budaya global. Kelompok ini menghadapi dilema sehubungan dengan pertentangan dua pemikiran paham konvensional dengan paham pembaharuan. Meski demikian mereka tetap eksis melestarikan pertunjukan randai dengan melakukan berbagai inovasi.
Tulisan ini akan memaparkan bentuk-bentuk komodifikasi, memahami faktor-faktor penyebab komodifikasi, menginterpretasi dampak dan makna komodifikasi, serta   menjelaskan strategi pewarisan pertunjukan randai pada Kelompok Seni Tradisi Palito Nyalo  Kecamatan Pauh, Kota Padang di era globalisasi.
Komodifikasi dalam penelitian ini mengacu kepada upaya menjadikan pertunjukan randai sebagai sumber penghasilan bagi masyarakat pendukungnya. Selain itu, komodifikasi juga dilakukan sebagai upaya untuk melestarikan randai ditengah budaya global yang mulai mempengarahui masyarakat pendukung pertunjukan randai di Kota Padang Provinsi Sumatera Barat.
Pertunjukan randai adalah teater tradisional khas masyarakat etnis Minangkabau dengan menggabungkan berbagai unsur kesenian seperti silat, tari, sastra, dan cerita. Kelompok Seni Tradisi Palito Nyalo merupakan salah satu kelompok seni pertunjukan tradisional Minangkabau yang menitik beratkan aktivitasnya pada kesenian randai. Dalam melakukan komodifikasi ini, kelompok seni tradisi Palito Nyalo memiliki empat konsep. Keempat konsep tersebut adalah, menggali menumbuh, mengembangkan, dan melestarikan.

PEMBAHASAN
A.     BENTUK- BENTUK KOMODIFIKASI
            Dalam proses produksi pertunjukan randai, kelompok seni tradisi Palito Nyalo memperhatikan selera pasar. Hal ini dilakukan tanpa meninggalkan pakem-pakem nilai estetika mendasar dalam seni pertunjukan randai. Dalam hal ini kelompok seni tradisi Palito Nyalo mengacu kepada konsep menggali, menumbuh, mengembangkan, dan melestarikan, serta memberdayakan karyanya. Konsep tersebut diakomodir dalam keseluruh aspek pendukung pertunjukan randai tersebut.
            Hal-hal yang berkaitan dengan proses produksi pertunjukan randai kelompok seni tradisi Palito Nyalo teridentifikasi dalam tiga hal. Pertama,  materi latihan pertunjukan. Kedua, proses produksi. Ketiga, pihak-pihak yang terlibat dalam proses itu. Materi latihan yang digunakan kelompok seni pertunjukan Palito Nyalo merupakan gabungan dari teknik universal dengan teknik khusus. Teknik khusus yang digunakan merupakan karakteristik dan identitas yang hanya dimiliki kelompok ini.  Kelompok ini tidak selalu membawakan cerita randai yang bersumber dari kaba secara turun temurun. Akan tetapi, mereka lebih banyak memproduksi cerita randai dengan konsep kekinian yang diyakini mampu diterima oleh selera pasar. Selain itu, kelompok ini juga menampilkan cerita sesuai dengan permintaan konsumen.
Dendang, dalam seni pertunjukan randai pada kelompok seni tradisi Palito Nyalo berfungsi sebagai pengantar cerita dan penghubung antar babak dalam pertunjukan randai. Dendang dibangun oleh dua unsur, yaitu teks dan irama. Teks dendang biasanya berbentuk prosa liris, baik berupa pantun maupun gurindam. Selain itu, kelompok Palito Nyalo memposisikan dendang randai sebagai item penghubung utama antara penonton dengan alur cerita yang dimainkan. Dalam teks dendang berisi deskripsi cerita berupa pantun yang didendangkan. Sementara untuk kelompok lain dendang hanya diposisikan sebagai pelengkap dari pertunjukan.
Gerakan Galombang dalam kelompok seni tradisi Palito Nyalo memiliki dua  pola lantai, yaitu lingkaran dan berbanjar. Bentuk lingkaran bisa divariasikan sesuai dengan jumlah penggelombang.  Kelompok seni tradisi palito Nyalo, lebih sering memilih bentuk konfigurasi dua lingkaran, karena bentuk itu dinilai paling efektif jika dikaitkan dengan jumlah anggota penggelombang.
            Bunyi-bunyian yang digunakan dalam pertunjukan randai kelompok seni tradisi Palito Nyalo, berasal dari beragam, alat musik tradisional. Alat musik itu terdiri dari alat musik tiup, gesek, pukul, dan petik. Bunyi-bunyian pada pertunjukan randai yang dilakukan oleh kelompok seni tradisi palito Nyalo dibagi atas dua hal. Pertama, musik sebagai pembuka pertunjukan dan penutup pertunjukan. Untuk bagian ini digunakan talempong pacik dan gandang tambua. Kedua, musik/bunyi-bunyian pengiring cerita yang lazim disebut sebagai musik ilustrasi (pendukung suasana).
Dalam pertunjukan randai laku pemain randai dapat diklasifikasi ke dalam dua makna, yaitu (1) laku yang berkaitan dengan etika seluruh pendukung pertunjukan randai, dan (2) laku yang berkaitan dengan penokohan seorang tokoh dalam cerita randai.
            Pakaian yang digunakan dalam pertunjukan randai kelompok seni tradisi Palito Nyalo, lebih bersifat sederhana yang mengacu kepada sifat dan karakter tokoh yang diperankan. Sedangkan Tarian dalam pertunjukan randai pada kelompok seni tradisi Palito Nyalo biasanya ditempatkan diawal, ditengah ataupun di akhir sesuai dengan kebutuhan naskah. Tarian ini disuguhkan dalam pertunjukan pada suatu babak. Adakalanya tampilan babak ini bersifat fleksibel dengan menampilkan beragam jenis kesenian lain yang dimiliki oleh kelompok seni tradisi palito Nyalo maupun masyarakat penonton.
            Dalam proses produksi, kelompok seni tradisi Palito Nyalo melakukan latihan yang dapat dikategorikan dalam dua bentuk. Pertama, adalah proses latihan rutin. Latihan ini dilakukan secara rutin sebanyak dua kali dalam seminggu. Kedua, Proses latihan untuk penampilan. Ketika ada orderan biasanya kuantitas jadwal latihan akan bertambah dalam setiap minggunya bahkan hingga setiap hari.
             Dalam seni pertunjukan yang satu ini dibutuhkan team building yang kuat, supaya misi kelompok kedepannya bisa berjalan dengan baik. Oleh karena itu, di dalam tubuh kelompok seni tradisi Palito Nyalo terdapat beberapa unsur yang saling bekerja sama dengan tetap berpegang padan poksinya masing-masing, yaitu, pengurus, pelatih, dan anak randai yang terdiri atas tukang dendang,  tukang gore, panggalombang, pamain carito, pamusik, kapalo rombongan, pengorder pertunjukan randai.
            Pengorder akan terlihat berperan ketika meminta pertunjukan randai ditampilkan di acara yang mereka buat. Pertunjukan randai bisa saja berubah dari yang sudah direncanakan jika pengorder meminta hal-hal khusus ketika mengorder, mulai dari waktu, gerakan, maupun cerita randai.
           
B.FAKTOR PENYEBAB KOMODIFIKASI PERTUNJUKAN RANDAI
Masyarakat modern selalu taat dengan azas kekinian. Terjadinya beragam reformasi mulai dari kebutuhan hingga selera dipelopori oleh modernisasi yang seakan tak ada batasnya.  Kondisi ini jugalah yang melatar belakangi munculnya komodifikasi seni pertunjukan randai. Faktor-faktor yang penyebab terjadinya komodifikasi pertunjukan randai adalah adalah faktor ekonomi, faktor kreativitas, faktor selera masyarakat, dan faktor media massa. Untuk lebih jelasnya berikut ini akan dipaparkan satu per satu.

C.DAMPAK KOMODIFIKASI PERTUNJUKAN RANDAI
1.    Dampak Sosial
            Komodifikasi Pertunjukan randai yang dilakukan kelompok seni tradisi Palito Nyalo membawa perubahan yang mendasar pada tatanan sosial anggotanya sendiri. Perubahan tersebut terjadi karna kegiatan pertunjukan randai tidak hanya diminati dan dikonsumsi oleh masyarakat lokal saja, tetapi juga dinikmati oleh turis mancanegara. Hal ini disebabkan karena randai sudah menjadi produk wisata yang dipertontonkan kepada turis mancanegara. Ketika ini terjadi, maka dalam hal ini urusannya bukan lagi tentang konsumerisme tetapi prestise. Status sosial anggota Seni tradisi Palito Nyalo akan terangkat di dalam kehidupan sosial masyarakat. Disamping itu, paham lama berpandangan bahwa usaha pengkomodifikasian pertunjukan randai yang dinilai komersil, akan menghilangkan jati diri pertunjukan randai tersebut. Dalam konteks ini dampak sosial yang hadir akibat komodifikasi pertunjukan randai bersifa negatif.
2.     Dampak Ekonomi
            Komodifikasi pertunjukan randai kelompok seni tradisi Palito Nyalo, juga berdampak kuat di bidang ekonomi, terutama pada perekonomian anggota. Jika dulunya randai hadir hanya sebagai tradisi, biasanya pertunjukan randai hanya dilakukan pada acara-acara adat. Adanya komodifikasi pertunjukan randai yang dilakukan kelompok seni tradisi Palito Nyalo, berdampak terhadap banyaknya pilihan untuk melakukan pertunjukan randai. Selain dari pada pemasukan finansial dari pertunjukan, pemasukan finansial lainnya bersumber dari penjualan marcandise yang dikembangkan  oleh kelompok seni tradisi Palito Nyalo sebagai seni kreatif. Efek negatifnya, estetika berkesenian masyarakat cenderung dangkal yang hanya mengedepankan hasil semata, namun cenderung meminggirkan nilai-nilai keindahan dari seni itu sendiri.
3.    Dampak Budaya
            Dampak positif dari komodifikasi pertunjukan randai yang dilakukan oleh kelompok seni tradisi Palito Nyalo dapat menghadirkan kebanggaan tersendiri bagi masyarakat pendukungnya. Disisi lain, pertunjukan randai yang disaksikan oleh masyarakat luar tentu saja membawa kedangkalan makna dari pertunjukan randai itu sendiri. Hal ini disebabkan karena masyarakat luar tersebut tidak mampu membaca setiap simbol-simbol pesan yang terdapat dalam pertunjukan randai tersebut. Mereka hanya memandang sebuah pertunjukan randai sebagai sarana hiburan semata. Dalam hal ini masyarakat biasa (konsumen) hanya menyaksikan pertunjukan randai untuk kebutuhan pribadi berdasarkan nilai fisik, psikis dan tanda. Hal inilah yang disebut Piliang (2003: 67) sebagai  pendangkalan makna seni atau hanya sebagai model pemuatan makna-makna atau anti makna.


D.MAKNA KOMODIFIKASI PERTUNJUKAN RANDAI
1.     Makna Kreativitas
              Komodifikasi bagi kelompok Palito Nyalo ditopang oleh keinginan untuk menjadikan pertunjukan randai menjadi hal yang menarik bagi penonton atau konsumen. Konsumen yang dimaksud tidak hanya masyarakat lokal, tetapi masyarakat modern baik lokal maupun masyarakat internasional. Kreatifitas yang terlihat disini adalah adanya pengembangan penonton yang semulanya randai hanya ditonton masyarakat lokal, sekarang menjadi tontonan masyarakat luas. Ini menyiratkan bahwa pertunjukan randai sekarang telah mengalami perubahan makna ke dalam bentuk makna propan.
2 Makna Kesejahteraan
            Makna kesejahteraan dalam upaya pengkomodifikasian yang dilakukan oleh kelompok seni tradisi palito Nyalo ini, mengacu pada efek ekonomi yang dirasakan anggota maupun masyarakat sekelilingnya. Hal ini menyiratkan bahwa, randai bukan lagi merupakan hiburan rakyat semata, tapi lebih dari itu. Seni tradisi randai merupakan sebuah komoditi. dan kelompok Palito Nyalo merasakan bahwa kegiatan berandai merupakan sumber kesejahteraan.
3 Makna Pendidikan
            Randai diyakini masyarakat Minangkabau sebagai media pendidikan, karena pertunjukan randai selalu membawa dan mengajarkan pendidikan nilai di setiap cerita yang dibawakan.     Di samping itu, tersitrat makna pandidikan dari randai itu sendiri. Dalam proses penguasaan sebuah keahlian dalam randai seorang anak randai memulainya dari rasa ingin tahu, berelanjut ke tahap tahu, menguasai dan mahir. Setelah itu, dibutuhkan kemampuan mereka untuk bekerja sama demi terciptanya pertunjukan randai yang sempurna. Dapat dipahami bahwa semakin seseorang mahir, semakin dia membutuhkan orang lain. Dengan sistem ini, randai telah menjadi sarana pendidikan bagi masyarakat sekitarnya.
4. Makna Estetika
            Makna estetika randai mengalami pergeseran yang mendasar. Estetika randai yang awalnya bagi penonton merupakan satu kesatuan yang utuh dan luapan emosi terjadi karena pesan cerita yang disampaikan, tetapi tradisi Palito Nyalo dengan adanya upaya komodifikasi pertunjukan randai hanya di pandang dari  aspek-aspek pendukung saja.
5. Makna Pelestarian
            Makna pelestarian dalam hal ini mengacu pada proses produksi yang dilakukan kelompok seni tradisi Palito Nyalo pada warisan budaya. Komodifikasi yang dilakukan kelompok seni tradisi Palito Nyalo dapat dipandang sebagai upaya pelestarian. Latihan dilakukan secara rutin dan dievaluasi sekali dalam tiga bulan. Selain itu, pelestarian yang dilakukan kelompok seni tradisi Palito Nyalo terlihat pada usaha mereka untuk menjadikan materi-materi pertunjukan randai menjadi industri kreatif. Bagaimana supaya tradisi randai tetap disenangi oleh berbagai kalangan merupakan motivasi terbesar mengapa upaya ini dilakukan.
6. Makna Identitas
            Pertunjukan randai sebagai tradisi lisan, karena randai diwariskan kepada masyarakat pendukungnya dari masa ke masa melalui cara lisan. Sebagai kelompok seni tradisi yang hidup dan berkembang ditengah masyarakat, kelompok seni tradisi Palito Nyalo membawa identitas dari masyarakat pendukungnya. Komodifikasi pertunjukan randai pada kelompok seni tradisi Palito Nyalo di Kecamatan Pauh Kota Padang, menjadikan pertunjukan randai Palito Nyalo berbeda dengan pertunjukan randai lainnya. Pertunjukan dengan durasi yang dipersingkat, penggunaan gerakan-gerakan silat atraktif, dan kemampuan managerial yang mampu membaca keinginan dan selera pasar, sistem pembinaan dan pewarisan kepada generasi muda yang berkelanjutan tidak dapat dilakukan oleh kelompok lain. Hal inilah yang menjadi identitas dari pertunjukan randai  maupun identitas kelompok seni tradisi Palito Nyalo.

E.STRATEGI PEWARISAN PERTUNJUKAN RANDAI
Eksistensi sebuah tradisi  lisan tidak dapat dilepas dari upaya masyarakat pemiliknya dalam menjaga kelestarian tradisi tersebut. Tentu saja dalam melakukan upaya pelestarian itu berbagai tantangan akan dihadapi. Mulai dari internal masyarakatnya, maupun datangnya pengaruh dari budaya luar.  tentu saja menyikapi kondisi ini, dituntut kecerdasan, kejelian dan kemampuan masyarakat pemiliknya dalam menjaga kelangsungan seni pertunjukan randai. Strategi pewarisan yang dilakukan oleh kelompok seni tradisi Palito Nyalo adalah dengan melakukan pengorganisasian, pelestarian, pengembangan, pemberdayaan, pendidikan dan pelatihan, dan pendokumentasian.

PENUTUP
Berdasarkan pembahasan tersebut, di dapatlah emmpat kesimpulan dalam penelitian ini.  Keempat kesimpulan tersebut adalah sebagai berikut. Pertama,  bentuk-bentuk komodifikasi pertunjukan randai pada kelompok seni tradisi Palito Nyalo terdiri dari komodifikasi pertunjukan randai sebagai hiburan masyarakat, adat, ivent pariwisata, pemerintah, dan siaran televisi. Kedua, Komodifikasi pertunjukan randai kelompok seni tradisi palito Nyalo disebabkan oleh faktor internal dan eksternal. Ketiga, Komodifikasi pertunjukan randai pada kelompok seni tradisi Palito Nyalo berdampak kuat pada perekonomian sosial, dan budaya.  Sedangkan makna yang terkandung dalam komodifikasi pertunjukan randai pada kelompok seni tradisi Palito Nyalo terdiri atas makna kreatifitas, kesejahteraan, pendidikan, estetika, pelestarian, dan identitas. Keempat. Strategi pewarisan seni pertunjukan randai yang dilakukan oleh kelompok seni tradisi Palito Nyalo terdiri atas pengorganisasian, pelestarian, pengembangan, pemberdayaan, pendidikan dan pelatihan, serta pendokumentasian.
Oleh karena itu, konsep komodifikasi ini dapat direkomendasikan kepada peneliti lainnya karena konsep ini dinilai tepat untuk menganalisa seni tradisi masyarakat Minangkabau. Kepada kelompok seni tradisi Palito Nyalo diharapakan dapat lebih menggali, menumbuh, mengembangkan serta melestarikan randai tidak hanya dilingkungan sendiri, tetapi diharapkan dapat mengembangkan visi 4M tersebut dalam cakupan yang lebih universal. Selain itu, kelompok ini perlu memperhatikan dan memahami konsep pengembangan seni tradisi pertunjukan tidak hanya ditujukan pada kepentingan finansial semata tetapi harus tetap memperhatikan dan menyadari nilai hakiki dalam upaya pelestarian senin tradisi khususnya seni tradisi pertunjukan randai. Selain itu, masyarakat juga perlu menyadari bahwa randai merupakan media pendidikan adat yang dapat mengontrol prilaku sosial masyarakat pewarisnya yang sudah mulai terkontaminasi budaya global. Oleh karena itu, masyarakat  diharapakan tetap mempelajari, menampilkan, dan menyaksikan pertunjukan randai dengan tujuan untuk mempertahankan eksistensi kelestarian seni tradisi pertunjukan randai.
                       




























DAFTAR PUSTAKA
Amir, dkk. 2006. Pemetaan Sastra Lisan Minangkabau. Padang: Andalas University Press.
Asosiasi Tradisi Lisan. 2010. Buku Pedoman Kajian Tradisi Lisan Nusantara. Pengembangan Kajian Langka. Jakarta. Yayasan Asosiasi Tradisi Lisan
Atmaja, Nengah Bawa. 2010. Komodifikasi Tubuh Perempuan, Joget “Ngebor” Bali. Bali: Program studi Magister dan Doktor Kajian Budaya Universitas Udayana berkerja sama dengan Perpustakaan Larasati.
Daryusti. 2006Hegemoni Penghulu dalam Prespektif Budaya. Pustaka: Yogyakarta.
Dasrul,2006. Tradisi Mauluik Dikia Pada Masyarakat Tharekat Syatariyah di kota Padang. Skripsi Sasda FSUA UNAND.
Esten, Mursal.1988. Sastra Jalur Kedua. Padang. Angkasa Raya
Foucault, Michel, 2002. Pengetahuan dan Metode, Karya-karya Penting Faucault. (terjemahan: Arief). Yogyakarta: Jalasutra
Gandi, Lela. 2001. Teori Postkolonial: Upaya Meruntuhkan Hegemoni Barat. Jogjakarta: Qalam.
Gidden, Anthoni, 2003. Masyarakat Post-Tradisional (terjemahan :Ali Nur Zaman). Yogyakarta: IRCiSoD.
Hoed, Beni.H. 2011. Semiotik dan Dinamika Sosial Budaya. Jakarta: Komunitas Bambu.
Lambertus, Langga. 2013. Komodifikasi Warisan Budaya Tenun Ikat Masyarakat Bena Kabupaten Ngada Flores dalam Era Globalisasi. Tesis. Denpasar: Pascasarjana Unud.
Muasri, dkk. 2003. Kesenian Randai: Sebagai Media Pendidikan, penyampai pesan adat dan syara’ dalam masyarakat Minangkabau. Taman Budaya Sumatra Barat.
Nina Wonsela. 2000. Makalah: Randai, Kesenian Tradisi Minangkabau. Jakarta: Direktorat Sejarah/Proyek Pemanfaatan Kebudayaan)
Piliang, Yasraf Amir. 2011. Dunia Yang Dilipat, Tamasya Melampaui Batas-Batas Kebudayaan. Bandung : Matahari
Piliang, Yasraf Amir. 2012. Semiotika dan Hipersemiotika. Bandung : Matahari
Sakti, Dharma Eka Sakti.2008. “Teks Randai Umbuik Mudo Karya Musra Dahrizal Tinjauan Antropologi Sastra”. Skripsi. Padang: FIB Unand.
Umar, Yunus. 1987. “Kebudayaan Minangkabau”. dalam Koentjaraningrat. Manusia dan Kebudayaan  di Indonesia. Jakarta: Djambatan.
Wijaya, Wendi. 1993. Perbandingan Unsur Randai Dengan Teater Modern Dalam Kasus Pertunjukan Randai Untung Sudah. Skripsi, Jurusan Sastra Daerah Minangkabau Fakultas Sastra Unand. 
Yusuf, Hendri. 2010. Manajemen Seni Pertunjukan Randai Group Palito Nyalo Kelurahan Limau Manis Pauh Padang. Skripsi, Jurusan Pendidikan Seni Tari FBBS UNP Padang.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar